+62 822 8303 9857

GHIBAHArtikel

$rows[judul] Keterangan Gambar : pdf

GHIBAH

Oleh : s. luna syakira .s

Mahasiswi Ekonomi Syari’ah Universitas Islam Indragiri

E-mail : amuletartikel@gmail.com

File Pdf Artikel 

Abstrak

 Artikel ini berjudul tentang “ghibah” Artikel ini membahas fenomena ghibah, praktik membicarakan orang lain secara negatif di belakang mereka tanpa kehadiran mereka. Tujuan dari artikel ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang ghibah dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat. adapun masalah yang di bahas dalam artikel ini adalah tentang hukum berghibah, hukum berghibah di dalam hati dan pahala bagi orang yang di ghibah. Selain itu, artikel ini juga mengajak pembaca untuk memahami pentingnya membangun kesadaran terhadap ghibah dan memilih untuk menghindarinya. Dalam rangka menciptakan masyarakat yang lebih harmonis, diperlukan perubahan sikap dan komitmen untuk menghargai privasi dan integritas orang lain.

Dengan memahami ghibah secara lebih mendalam, diharapkan pembaca dapat memperkuat nilai-nilai positif dalam komunikasi dan interaksi sosial, serta berperan dalam membentuk lingkungan yang lebih baik bagi kita semua.

Pendahuluan

Ghibah, sebuah kata yang sering kali membuat kita merasa tidak nyaman dan terkadang bahkan dihindari. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa ghibah adalah salah satu fenomena sosial yang sering terjadi di tengah masyarakat kita. Ghibah, dalam bahasa sederhana, dapat diartikan sebagai membicarakan orang lain secara negatif di belakang mereka tanpa kehadiran mereka.

Meskipun ghibah sering kali dianggap sebagai sesuatu yang negatif, keberadaannya masih tetap ada dan bahkan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam tentang fenomena ghibah, mengapa hal ini terjadi, dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat.

Namun, sebelum kita memahami lebih lanjut tentang ghibah, penting untuk menyadari bahwa artikel ini bukan bertujuan untuk menghakimi atau mengajak orang lain untuk melakukan ghibah. Sebaliknya, artikel ini hadir sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman kita tentang fenomena sosial yang kompleks ini, sehingga kita dapat menghadapinya dengan bijak dan membangun masyarakat yang lebih harmonis.

Melalui artikel ini, mari kita bersama-sama menjelajahi aspek-aspek penting tentang ghibah, mulai dari definisi, alasan di balik praktik ini, hingga dampak psikologis dan sosial yang mungkin timbul. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang ghibah, kita dapat membangun kesadaran dan memilih untuk menghindarinya, serta merangkul nilai-nilai positif dalam komunikasi dan interaksi sosial kita.

Pembahasan

1.     Definisi ghibah.

 

      Ghibah telah didefinisikan langsung oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim yang artinya yaitu, “Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu sedangkan dia tidak menyukai hal itu diceritakan kepada orang lain.” Sehingga apapun bentuknya menceritakan tentang orang lain adalah dilarang bila sesuatu tersebut tidak disenangi olehnya, hal ini dikecualikan oleh para ulama di antaranya oleh Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihiin, beliau berkata:“Ketahuilah bahwa ghibah diperbolehkan demi tujuan yang benar dan syar’i yang tidak mungkin tercapai tujuan tersebut tanpa melakukan ghibah, dan adapun ghibah yang diperbolehkan tersebut ada enam sebab:Pertama, seseorang terzhalimi mengadukan kepada pihak yang berwenang dan dia mempunyai pengaruh terhadap orang yang menzhalimi.Hal ini berdasarkan kisah Hindun binti ‘Utbah istri dari Abu Sufyan yang datang kepada Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: bahwa suaminya adalah orang yang kikir atau pelit, dan dia tidak memberi nafkah kepadaku dan anakku yang cukup, lalu beliau bersabda yang artinya, “Ambillah dari hartanya yang cukup untuk menafkahi dirimu dan anakmu tanpa berlebihan.” Dari cerita di atas Hindun mengatakan tentang suaminya bahwa dia kikir kepada Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam karena Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam adalah pemimpin, dan ini ghibah. Seandainya hal ini dilarang maka tentulah Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam sudah mengingkarinya. Kedua, menjadikannya sebagai salah satu cara untuk mengubah sebuah kemungkaran, sehingga tukang maksiat tersebut meninggalkan maksiatnya.Ketiga, meminta fatwa dari seorang ‘alim (orang yang berilmu).Keempat, memperingatkan seluruh kaum muslimin akan kejahatan seseorang, di antaranya, jarh (melukai) orang-orang yang terjarh dari para perowi hadits (yang dimaksud adalah memberikan sifat tidak adil pada orang yang meriwayatkan hadits yang dianggap berhak menerima sifat tersebut sehingga haditsnya ditolak dan tidak diriwayatkan), Musyawarah dalam pemilihan calon pengantin, ikut serta dalam perdagangan, menitipkan harta, atau mu’amalah. Bila melihat seorang penuntut ilmu mondar-mandir kepada seorang ahlul bid’ah, dan khawatir terjadi perubahan padanya. Pemimpin yang tidak becus dalam kepemimpinannya.Kelima, orang yang dengan terang-terangan melakukan sebuah kemaksiatan, seperti terang terangan minum bir. Keenam, dengan tujuan mengenal dengan julukan tersebut seperti si pincang, si mata picek/kabur, si bisu, dan lain-lain (dengan sedikit perubahan bahasa dari penerjemah).”Adapun mengadu domba adalah merupakan bagian dari namimah yang telah didefinisikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih, “Namimah adalah seseorang menukil (mengambil) perkataan manusia dari yang satu ke yang lainnya dengan tujuan merusak hubungan mereka, dan ini termasuk dosa yang besar, dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori dan Muslim juga telah disebutkan orang yang sedang mendapatkan siksaan di alam kuburnya di antaranya adalah karena dia sering menyebar luaskan fitnah antara manusia, yang mana perbuatannya ini menyebabkannya berhak mendapatkan siksaan tersebut.”

Allah SWT berfirman :

بِنَمِيم مَشَّاءٍ هَمَّازٍ مَهِينٍ حَلَّافٍ كُلَّ  تُطِعْ وَلَا

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. yang banyak mencela, yang kesana ke mari menyebar luaskan fitnah.” (QS. Al Qalam: 10,11)Saya berwasiat kepada diri saya juga ikhwah untuk melihat kembali setiap perkataan yang mungkin mempunyai tujuan memecah belah persaudaraan sesama muslim untuk segera meninggalkannya karena hal ini terkadang tidak disadari, serta bedakanlah antara keinginan memperbaiki keadaan orang yang kita maksud dengan keinginan kita untuk menyingkirkannya dari hadapan kita karena kita tidak suka terhadapnya.

 

2.     hukum ghibah (membicarakan kejelekan orang) didalam hati.

Bisikan hati itu tidak dianggap. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits shahih:

تكلم أو تعمل لم ما أنفسها به حدثت ما أمتي عن تجاوز  الله إن

“Sesungguhnya Allah memaafkan ummatku yang berbisik dalam jiwanya, selama belum dilakukan atau diucapkan.”Namun, jika seseorang mengatakan sesuatu dalam hatinya tentang kejelekan si Fulan, atau berkata dalam hati bahwa si Fulan itu pelit, Fulan itu buruk akhlaknya, atau di Fulanah itu wanita pelit, yang dapat membuat hatinya sakit, jika ia tidak jadi melakukannya karena Allah, ia diganjar pahala. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:“

عنها شغلاً أو عنها  غفلة تركها فإن , حسنة له الله كتبها اللهأجل من تركها  ثم بالسيئة لعبد هم إذا    

عليه تكتب لم

Jika seorang hamba bermaksud melakukan sebuah kejelekan, lalu ia tidak jadi melakukannya karena Allah, ganjaran pahala baginya. Jika ia melakukannya karena lalai atau tidak disadari maka tidak berdosa.”Hanya bermaksud semata tidak diganjar dosa, karena hal tersebut adalah perbuatan hati. Namun jika maksud tersebut dilakukan, Allah mengganjar dosa baginya. Jika baru bermaksud lalu tidak dilakukan, tidak berdosa. Kemudian jika ia tidak jadi melakukan kejelekan tersebut diniatkan karena takut kepada Allah, ia diganjar pahala. Inilah karunia dari Allah subhanahu wa ta’ala, juga merupakan bentuk kemurahan serta kemuliaan-Nya.

Ghibah adalah perbuatan yang dzalim dan perbuatan dzalim tidak akan pernah dilupakan oleh Allah.

Allah berfirman :

 الظَّالِمُونَ يَعْمَلُ عَمَّا غَافِلًا اللَّهَ تَحْسَبَنَّ وَلَا

“Janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim..” (QS. Ibrahim: 42)

Kedzaliman tidak akan pernah dilupakan Allah, meskipun manusia begitu mudah melupakannya.Ketika di hari kiamat, akan dilakukan hisab, dimana pahala orang yang mendzalimi akan diserahkan kepada orang yang didzalimi, hingga kedzaliman itu habis.Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan kondisi orang muflis (bangkrut).

  وَيَأْتِي وَزَكَاةٍ وَصِيَامٍ  بِصَلَاةٍ الْقِيَامَةِ  يَوْمَيَأْتِي مَنْ أُمَّتِي مِنْ  لْمُفْلِسَ مِإِنَّ فَقَالَ مَتَاعَ وَلَا لَهُ دِرْهَمَ لَا مَنْ فِينَا الْمُفْلِسُ مَنِ أَتَدْرُونَ

 حَسَنَاتُهُ فَنِيَتْ  فَإِنْ حَسَنَاتِهِ مِنْ وَهَذَا حَسَنَاتِهِ مِنْ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا وَضَرَبَ هَذَا دَمَ وَسَفَكَ هَذَا مَالَ وَأَكَلَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا  شَتَمَ قَدْ

  فِي طُرِحَ ثُمَّ عَلَيْهِ فَطُرِحَتْ خَطَايَاهُمْ مِنْ أُخِذَ عَلَيْهِ مَا قْضَى أَنْ قَبْلَ

النَّارِ

 “Tahukah kalian siapa muflis (orang yang bangkrut) itu?”Para sahabat menjawab, ”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai uang maupun harta benda.”Kemdian Nabi ﷺ menjelaskan,“Muflis (orang yang bangkrut) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Muslim 6744 & Ahmad 8029).

Ghibah termasuk Kedzaliman Allah menyebut ghibah dalam al-Quran sebagai perbuatan makan bangkai sesama muslim.Allah berfirman,

فَكَرِهْتُمُوهُ مَيْتًا أَخِيهِ لَحْمَ يَأْكُلَ أَنْ أَحَدُكُمْ أَيُحِبُّ بَعْضًا بَعْضُكُمْ يَغْتَبْ وَلَا

 “Janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS. al-Hujurat: 12) Karena itu, para ulama memahami, kedzaliman ghibah akan berlanjut di akhirat. Dimana orang yang dighibah akan diberi pahala dari orang yang meng-ghibahnya. Sehingga ghibah mengurangi pahala seseorang. Sebaliknya, orang yang dighibah akan semakin bertambah pahalanya.

 

3.     Penyebab terjadinya ghibah :

Penyebab terjadinya ghibah dapat bervariasi, dan berikut adalah beberapa faktor yang dapat memicu praktik ghibah:

 

1. Rasa iri dan dengki: Salah satu penyebab utama munculnya ghibah adalah adanya perasaan iri terhadap orang lain yang memiliki kelebihan atau prestasi yang tidak dimiliki oleh si pengghibah. Dalam rangka meredam rasa iri, si pengghibah mulai menyebar gosip atau membicarakan kejelekan orang tersebut atau keluarganya.

 

2. Persaingan dan menjilat: Dalam lingkungan kerja, persaingan dapat menjadi penyebab ghibah. Seseorang yang suka menjilat dan mencari muka teman-temannya cenderung menyelaraskan perkataannya dengan mereka, bahkan jika itu berarti membicarakan orang lain secara negatif.

 

3. Awalnya sebagai bahan candaan: Terkadang, ghibah dapat dimulai sebagai bahan candaan yang tidak pantas terhadap seseorang. Namun, seiring berjalannya waktu, candaan tersebut dapat berubah menjadi ghibah yang sebenarnya, meskipun awalnya hanya dimaksudkan untuk menghibur atau mencairkan suasana.

 

4. Rasa dendam: Adanya rasa dendam terhadap seseorang juga dapat menjadi penyebab munculnya ghibah. Seseorang yang merasa benci terhadap orang lain dapat membicarakan kejelekan mereka sebagai cara untuk melampiaskan dendam dan meredam rasa benci di dalam dirinya.

 

5. Rasa hasad (dengki): Rasa hasad terhadap orang yang dipuji dan dicintai oleh banyak orang juga dapat menjadi pendorong seseorang untuk melakukan ghibah. Dikarenakan rasa dengki, pemahaman agama yang rendah, dan kendali akal yang lemah, seseorang dapat melakukan ghibah untuk menghilangkan nikmat yang terdapat dalam diri orang yang didengkinya.

 

Penting untuk diingat bahwa ghibah adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam dan dianggap sebagai dosa besar. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kita perlu berhati-hati dan berusaha menghindari praktik ghibah, serta membangun sikap saling menghormati dan menjaga privasi orang lain

 

4.     Konsekuensi ghibah:

[1] Perkataan Ulama Tabi’in Hasan al-Bashri,

جسده في الأَكَلة من  المؤمن دين في أسرعُ لَلغِيبةُ والله

 “Demi Allah, ghibah lebih cepat menggerogoti agama seorang mukmin dibandingkan orang yang makan badannya.” (as-Shumt, Ibnu Abi Dunya, hlm. 129)

 

[2] Keterangan Hasan al-Bashri,

Ada orang yang datang menemui Hasan al-Bashri, lalu orang ini memberikan info, “Bahwa si A telah meng-ghibah anda.” Lalu Hasan al-Bashri mengirim satu kotak kurma basah ke orang itu, beliau mengatakan,

أكافئك أن أقدر لا  فإني ، فاعذرني ,عليه أكافئك أن فأردتُ حسناتِك، إليَّ أهديتَ أنك بلغني    

 التمام عل بها

Saya dapat info bahwa anda telah menghadiahkan pahalamu untukku. Maka saya ingin untuk membalasnya kepadamu. Mohon maaf, saya tidak mampu memberikan balasan yang setimpal. (Tanbih al-Ghafilin, 1/176)[3] Keterangan Fudhail bin IyadhAda orang yang mengatakan kepada Fudhail, ‘Si A telah meng-ghibahku.’Lalu Fudhail bin Iyadh mengatakan,

 [3] Keterangan Fudhail bin Iyadh

Ada orang yang mengatakan kepada Fudhail, ‘Si A telah meng-ghibahku.’Lalu Fudhail bin Iyadh mengatakan,

جلبًا الخير لك جلب قد

Berarti dia telah memberikan pahala untukmu. (Hilyah al-Auliya, 8/108)

 [4] Keterangan Abdurrahman bin Mahdi, beliau mengatakan,

Andaikan bukan karena benci maksiat kepada Allah, (maka aku akan lakukan maksiat), dan sungguh aku ber-angan-angan andaikan semua penduduk kota ini meng-ghibahku.

Tidak ada sesuatu yang lebih membahagiakan melebihi orang yang melihat pahala yang tertulis di catatan amalnya, sementara dia tidak pernah mengamalkannya.” (HR. al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 5/305)

[5] Keterangan Abdullah bin Mubarak, beliau mengatakan

Andai saya boleh meng-ghibah orang lain, tentu saya akan meng-ghibah kedua orang tuaku. Karena mereka yang paling berhak untuk mendapatkan pahala dariku.

[6] Keterangan Ibrahim bin Adham

Wahai manusia pembohong, kamu sangat bakhil terhadap dunia sehingga tidak kamu kasihkan ke sesama muslim, namun kalian begitu pemurah dalam memberikan pahala akhirat kalian kepada musuh kalian. (Tanbih al-Ghafilin, 1/177). Yang beliau maksud adalah meng-ghibah orang lain.

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan 


Ghibah dalam islam merupakan perbuatan yang harus dihindari karena dapat menimbulkan ucapan-ucapan atau obrolan yang menjerumus dalam hal-hal keburukan orang lain, jika perilaku ghibah tersebut dapat dihindari maka akan menjadikan kedamaian dan ketentraman dalam hidup bermasyarakat.

 

 

Daftar Pustaka

 

Dhulkifli, M. L. (2019). Pro-Kontra Ghibah dalam Tinjauan Hadis dan Konteks

Maraknya Perilaku Gosip. Al-Quds: Jurnal Studi Al-Quran dan Hadis ,

53-70.

 

Ilyas, M. (2018). Ghibah Perspektif Sunnah . Al-Qadau: Jurnal Peradilan dan

Hukum Keluarga Islam, 141-159.

Kauma, F. (2005). Bahaya Lisan . Jakarta: Qisthi Press.


sumber pdf : https://drive.google.com/file/d/16AHKpFjOkuAuwAVZ2w4ogdPFGN8I_xFU/view?usp=drivesdk


Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)