BERBAKTI KEPADA ORANG TUA (BIRRUL WALIDAIN)
Lilin Agustina
Ekonomi
Syariah, Universitas Islam Indragiri
Email : lilinagustina638@gmail.com
Abstrak
Tujuan
penelitian ini adalah untuk membahas perintah berbakti kepada orang tua dalam
hadis. Metode penelitian ini menggunakan tipe kualitatif melalui studi
literatur dengan menerapkan analisis isi. Pembahasan penelitian ini meliputi
makna birrul walidain (berbakti kepada orang tua), hadis perintah birrul
walidain (berbakti kepada orang tua), bentuk-bentuk birrul walidain, dan
keutamaan birrul walidain (berbakti kepada orang tua). Penelitian ini
menyimpulkan bahwa birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua
mempunyai kedudukan khusus dalam ajaran Islam. Soal berbakti kepada orang tua
telah diatur baik dalam Al-Qur'an maupun Hadist. Berbakti kepada orang tua
menurut hadis merupakan kewajiban yang setara dengan iman dan jihad serta taqwa
yang berlaku tidak hanya ketika orang tua masih hidup tetapi juga ketika mereka
telah meninggal. Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat untuk memperkaya
khazanah ilmu keislaman.
Kata Kunci
: Birrul walidain, Hadits, Orang Tua, Syarah
Abstract
The
purpose of this study is to discuss the command to be filial to parents in the
hadith. This research method uses a qualitative type through literature study
by applying content analysis. The discussion of this research includes the
meaning of birrul walidain (filial piety to parents), the hadith orders birrul
walidain (filial piety to parents), the forms of birrul walidain, and the
virtues of birrul walidain (filial piety to parents). This study concludes that
birrul walidain or filial piety to both parents has a special position in
Islamic teachings. The matter of filial piety to parents has been regulated
both in the Qur'an and Hadith. Devotion to parents according to the hadith is
an obligation equivalent to faith and jihad and taqwa which applies not only
when parents are still alive but also when they have died. This research is
expected to have benefits for enriching the treasures of Islamic knowledge.
Keywords
: Birrul walidain, Hadith, Parents,
Syarah
1.
PENDAHULUAN
Kedua
orang tua adalah hamba Allah yang menjadi perantara hadirnya manusia di dunia.
Lebih dari itu, mereka juga orang yang penuh akan kasih sayang, merawat,
membesarkan, mendidik dan mencukupi kebutuhan, baik secara lahir maupun batin.
Sudah sepantasnya kita selalu berbakti kepada orang tua, karena orang tua sudah
rela berkorban demi membahagiakkan dan muwujudkan keingginan anak-anaknya
(Alihasan, 2018).
Dalam
ajaran Islam berbuat baik orang tua atau birrul walidain mempunyai kedudukan
yang istimewa, dan setiap anak mempunyai kewajiban terhadap orang tuanya agar
mereka senantiasa berbuat baik kepada keduanya, namun masih terdapat anak-anak
yang tidak memperlakukan orang tuanya sebagaimana mestinya. Banyak sekali
anak yang
tidak lagi memperdulikan bagaimana bentuk-bentuk ketika berbicara, bergaul,
mencintai serta mendoakan kedua orang tuanya. Sering kali anak berlaku
seenaknya terhadap kedua orang tuanya. Padahal Perintah berbakti kepada orang
tua telah Allah atur baik dalam Al-Qur’an maupun Hadis (Elisa, Yuyun, 2018).
Sejumlah pakar telah
Istilah
berbakti dalam bahasa Arab berasal dari kata al birr artinya kebaikan,
berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam (artinya) : "al
birr adalah baiknya akhlak". (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya
Nomor 1794). Al birr merupakan hak kedua orangtua dan kerabat dekat, lawan dari
al ‘uquuq yaitu kejelekan dan menyia-nyiakan haq. Al birr adalah mentaati kedua
orangtua didalam semua apa yang mereka perintahkan kepada engkau, selama tidak
bermaksiat kepada Allah, dan al ‘uquuq dan menjauhi mereka dan tidak berbuat
baik kepadanya (‘Aziz, Abdul, 2009)
Berbakti
kepada orangtua atau disebut dengan istilah birrul walidain, birru artinya
kebajikan dan al-walidain yaitu kedua orangtua (ibu, bapak). Dengan demikian
birrul walidain artinya adalah berbuat kebaikan kepada kedua orangtua (ibu,
Bapak). Berbakti kepada kedua orangtua wajib kita laksanakan kepada ibu dan
bapak kita masing-masing, dan hendaknya hal ini masuk dalam prioritas yang
pertama, sebelum kita berbuat baik kepada orang lain, kecuali Nabi Muhammad
SAW. Berbuat baik
di sini mengandung makna
yang luas, seperti perkataan, perbuatan dan lain sebagainya (Khotijah, 2011)
2.
METODE
Metode
penelitian ini merupakan jenis kualitatif melalui studi pustaka dengan analisis
isi (Darmalaksana, 2020).
3.
PEMBAHASAN
a.
Pengertian Berbakti Kepada
Orang Tua
Berbuat baik terhadap
orang tua (birrul walidain) adalah
memberi kebaikan atau berkhidmat kepada keduanya serta mentaati perintahnya
(kecuali yang ma'siat) dan mendoa'kannya apabila keduanya telah wafat. Ibu dan
Bapak sebagai orang tua sudah selayaknya mendapatkan kebaikan dan penghormatan
dari anaknya. Islam sangat perhatian mengenai masalah ini, sebagaimana sangat
jelas ditegaskan dalam firman Allah yang berbunyi: "Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan pula selama
kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali" (QS.31:15).
b.
Bentuk-Bentuk Berbakti
Kepada Orang Tua
Berbuat
baik kepada orang tua dapat dilakukan dalam dua kesempatan: Saat orang tua
masih hidup:
1)
Mentaati
selama bukan maksiat. Hadits Rasulullah: "Tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah". Contoh: Kisah Sa'ad bin Abi
Waqosh.
2)
Bersikap
rendah hati dan berbicara lemah lembut (QS.17:23)
3)
Memohonkan
ampunan baginya kepada Allah (mendoa'kan) (QS.17:24)
4)
Membantu
dengan harta • Memintakan restunya terlebih dahulu atas perbuatan penting yang
akn dilakukan. Hadits Rasulullah: "Ridho Allah ada dalam Ridho orang tua,
Murka Allah juga ada dalam Murkanya orang tua".
Saat orang tua telah
wafat:
1)
Menyelenggarakan
pengurusan jenazahnya seperti memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya dan
menguburkannya,dsb.
2)
Senantiasa
berdo'a untuk memohonkan ampun atas segala dosanya.
3)
Memenuhi
segala janjinya semasa hidup yang belum terlaksana seperti: wasiat, hutang
piutang, dll.
4)
Menghormati
teman dan sahabat orang tua semasa keduanya masih hidup.
Rasulullah Muhammad
S.A.W bersabda : "Seorang laki-laki dari golongan Anshar mendatangi
Rasulullah , lalu bertanya : 'Apakah yang tinggal bagiku untuk dapat berbuat
kebaikan terhadap Ibu-Bapakku setelah mereka meninggal ya Rasulullah ? Rasul
menjawab : 'Ada 4 macam yang dapat anda lakukan : menshalatkannya, memohonkan
ampun segala dosanya, memenuhi janjinya dan juga menghormati teman dan
sahabatnya. (HR. Muslim)
C.
Manfaat Berbakti Kepada
Orang Tua
Sehubungan dengan
keutamaan berbakti kepada kedua orang tua yang lebih utama dibandingkan dengan
perbuatan baik lainnya bahkan termasuk dengan jihad ( perang membela agama
Allah SWT ), disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW, yaitu ; ”
Dari Abdullah ibn ’Amru
ibn al-’Ash 12 As’ad Karim al-Faqi , Nasooihi lil abaa’i Qobla Uququ al Banaa’,
(Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 49 26 semoga Allah meridhoi kepada keduanya,
ia berkata : ada seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW dan seorang
laki-laki tersebut berkata : saya baiat kepada mu untuk mengikuti hijrah dan
jihad dengan harapan saya mencari pahala dari Allah. Rasulullah bertanya :
apakah kamu masih memiliki kedua orang tua ( ibu Bapak ) yang masih hidup atau
salah satunya ? laki-laki tersebut menjawab benar ( saya masih memiliki kedua
ibu bapak ) bahkan keduanya masih hidup, Nabi bertanya apakah kamu mau mencari
pahala dari Allah ? dia (laki-laki) menjawab : benar. Maka Rasulullah bersabda
: kembalilah kepada kedua orang ibu bapak mu dan temanilah keduanya dengan
berbuat baiklah kepada keduanya.” ( HR Muttafaqun ’alaih ).
Berkaitan
dengan hadits tersebut, bahwa Rasulullah adalah orang yang paling mengetahui
baik buruknya ( manfaat atau madharat ) terhadap amal yang akan dilakukan oleh
sahabatnya secara khusus dan oleh umatnya secara umum. Padahal pada saat itu
Rasulullah memerlukan teman dan tenaga yang lebih banyak dalam melaksanakan
hijrah dan jihadnya, akan tetapi bahwa lelaki yang datang kepadanya merupakan
seseorang yang sangat dibutuhkan keberadaannya oleh kedua orang tuanya, akan
lebih baik dan lebih manfaat apabila ia menemani kedua orang tuanya,
dibandingkan mengikuti Rasulullah berhijrah dan berperang, dengan harapan kedua
orang tuanya merasa senang dan gembira, atas keberadaan anaknya sehingga
menjadi jalan juga bagi lelaki itu untuk mendapatkan pahala dan ridho-Nya
sebagaimana yang diharapkan sahabat Nabi tersebut.
Dan dengan
tidak diikut sertakannya lelaki tersebut tidak mengurangi kekuatan Rasulullah,
karena hanya satu orang yang tidak mengikuti jihad terkecuali semua sahabat
tidak ada yang mengikuti, dan tidak menyertai jihad dengan Nabi Muhammad SAW.
Maka akan terjadi kekalahan dan kelemahan dalam dakwah islam itu sendiri.
Sehingga pemahaman tentang hal ini, bukan berarti dipahami bahwa jihad adalah
amal perbutan yang remeh dalam pandangan islam, karena jihad ( perang membela
agama Allah ) pada saat itu dan sampai sekarang ( bila di perlukan ), sangat
berarti dan bernilai disisi Allah dan Rasul-Nya.
4.
KESIMPULAN
Simpulan
Birrul walidain adalah berlaku baik kepada kedua orang tua, bersikap lemah
lembut, tidak mengeraskan suara dihadapan kedua orang tua, tidak melawan, taat
kepada keduanya, melaksanakan apa yang diridhai-nya, menjauhi apa yang membuat
marah, menghormatinya, membahagiakannya, dan mendoakan keduanya baik ketika
masih hidup ataupun sudah meninggal. Perintah berbakti kepada orangtua di dalam
Al-Qur’an sejajar dengan perintah beriman dan beribadah kepada Allah. Menurut
hadis, berbuat baik kepada orang tua merupakan jihad. Kualitas hadis ini sahih
baik sanad maupun matan.
Adapun keutamaan birrul walidain, di antaranya adalah berbakti kepada orang tua adalah amal yang paling utama, ridha Allah Swt tergantung kepada keridhaan orang tua, menghilangkan kesulitan yang sedang dialami, diluaskan rizki dan dipanjangkan umur, dan dimasukkan ke dalam jannah-Nya. Diharapkan penelitian ini memiliki implikasi manfaat bagi pengembangan khazanah pengetahuan Islam, terkhusus dalam praktiknya di masyarakat muslim. Bagaimana pun penelitian ini diakui memiliki keterbatasan dalam beberapa hal, yakni penggunaan jenis penelitian, penguasaan metode syarah hadis dan penerapan analisis. Sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan, khususnya penelitian lapangan yang ditopang dengan metode yang tepat dengan pendekatan analisis yang lebih taja
DAFTAR
PUSTAKA
Alihasan, M. R. (2018). Implemantasi
Birrul Walidain Melalui Konikasi Verbal dan Non Verbal dalam Film "Ada
Surga di Rumahmu". Universitas Islam Negeri Walisongo, 22.
Bahasa, T. P. (1989).
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. Darmalaksana, W. (2020). Metode Penelitian Kualitatif
Studi Pustaka Dan Studi Lapangan. Pre- Print Digital Library UIN Sunan Gunung
Djati Bandung,-. Elisa, Yuyun. (2018).
Birrul Walidain dalam
Perspektif Islam. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Darussalam,
1-81.
Fathurrahman. (2007).
Andai Kau Tahu Wahai Anakku. At-Tibyan, 26-27.
Hakim, Lukmanul. (2019).
Studi Hadits Birrul Walidain. UIN Sunan ampel Surabaya,
1-64. I'anah, Nur. (2017).
Konsep Relasi Orang Tua dan Anak dalam Islam.
Buletin Psikologi, 114-123. Jamil, F. M. (2007).
Andai Kau Tahu Wahai Anakku. Solo:
At-Tibyan. Mohammad Fajar Septian, Wahyudin Darmalaksana, Mulyana. (2021).
Conference on Islamic
and Socio Cultural Studies (CISS 2020).
Gunung Djati Conference Series, 155-160. Munawir, A. W. (1987). Kamus Besar Bahasa Arab Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
pdf : https://drive.google.com/file/d/15r2p90zJzg-qpDIjcSxNuKwKlM5R17zJ/view?usp=drivesdk
Tulis Komentar